Sabtu, 15 Mei 2010

Sintas “SUSNO”?

BL Padatu
Jendral Bintang tiga di jajaran Kepolisian Susno Duadji memasuki babakan baru. Belum lagi ia menarget kasus penggelapan pajak nilai fantastis 250 Trilyun, langkah perkasanya terhenti dengan turunnya status tersangka. Apakah ini Skak Mat bagi Susno?
Tudingan adanya “Rekayasa” atau konspirasi/persekongkolan bermotif balas dendam atau penyelamatan “sesuatu” yang ditimbang lebih besar nilai pertaruhannya ketimbang memberangus sepak terjang Susno yang dianggap Kanibal menjadi tirai gelap bagi cita-cita reformasi hukum, clean government, clean police. Entah bagaimana lagi mendefinisikan Akuntabilitas hukum yang belakangan banyak dikacaukan praktisi hukum dalam debat hukum mereka. Apakah sisi kebenarannya didasarkan pada argumentasi kuantitatif dari para praktisi hukum? Atau ini menjadi soal yang berakar pada Chaosnya konstruktur/bangunan hukum dalam menterjemahkan moral dari Kebenaran. Dengan kata lain ada “hal Prinsip” yang belum tercover di dalam konstruk regulasi di negara kita?
Sepanjang lintas diskusi kasus “susno mengungkap” dinamika “side efek” terus bergulir bukan saja bagi mereka yang dibuka dokumen celanya, namun bagi dirinya sendiri, tentunya masih akan mengalir soal-soal baru yang nampak dengan sendirinya ataupun by design dimunculkan.
Publik dalam kasus ini, baik publik secara fisik maupun publik secara Psikis tentu dibuat bingung untuk memahami logika atau rasionalitas penangkapan dan penahanan Susno. Teramat Sulit bagi publik yang rentang pemahamannya tentang hukum sangat jauh dari apa yang disebut tahu dan paham tentang substansi hukum guna menarik benang merah persoalan ini dari kasus Century case, Gayus case, Arwana case, terlebih lagi jika memproblematisasikan berbagai Geliat senayan dengan niatan memparadigmakan Ketata negaraan kita dibawah payung Politik sebagai Panglima. Dimana multi soal bangsa ini dilerai berdasarkan logika “konsensus/deal politik”
Sintas-kah Susno Duadji melawan arus deras yang senyatanya berkekuatan penuh menggiring Susno selangkah lebih dekat dengan jeruji penjara? Ini adalah pertanyaan yang tentunya membawa kita berandai-andai jika persoalan ini pure soal kebenaran yang terbebas dari intervensi masif politik tentu jawabannya akan kita kembalikan pada kemurnian dan bersihnya Susno dari tindakan melawan hukum. Namun jika intervensi Politik, bukan hanya politik senayan namun terkait dengan politik Internal kelembagaan yang berkepentingan dengan Grand misi penyelamatan internal institusi secara parsial maka sulit bagi Susno bertahan, terus menghidupkan cita-citanya mereformasi Polri yang ia cintai dengan taruhan darah dan Nyawa.
Bisa jadi Susno dan Tim Pengacaranya berjuang bersama Institusi yang kantong-kantong moralitasnya sudah lapuk atau bocor. Dengan demikian semurni apapun klaim pembelaan kebenaran yang diupayakan akan tercecer. Seolah memompa ban kempis yang bocor, seluruh suara-suara perjuangan mengupayakan Republik Hukum serasa sia-sia.
Kita masih diingatkan oleh suara pesimis Mahfud MD yang menilai penanganan dan penetapan status tersangka Susno ibarat penegakan hukum di rimba belantara yang tidak jelas mekanisme hukumnya. Penetapan status tersangka ini dalam penilaian beliau merupakan kasus menggemparkan penegakan hukum di Indoensia. Bahkan secara eksplisit menegaskan mekanisme tindakan hukum jangan sampai merupakan design by order atau perintah otoritas level atasan.
Jika penanganan kasus Susno tidak berbelit-belit atas sengaja dibelit-belitkan bisa jadi Susno dengan keyakinan bersihnya akan memerdekakan diri dari jeratan hukum, namun jika mekanisme perlakuan hukum disuperioritas oleh anasir-anasir lainnya tentu dapat dipastikan Susno di korbankan. Dan itu berarti Hukum, kebenaran khas milik Republik ini Hilang bersama kalahnya Susno memenangi pertarungan high class/high risk ini.
Menangnya Anggodo bersama tim pengacaranya dalam sidang praperadilan yang menggugat terbitnya SKPP menjadi indikasi yang juga vague terkait implementasi hukum di Negara kita ini. Kita tidak tahu dinamika hukum versi manakah yang akan memenangkan pentas tarung interprestasi pemberlakuan hukum. Demikian halnya dengan Susno dan Tim pengacaranya yang telah mendaftarkan praperadilan sebagai sebuah instrumen perlawanan hukum yang dimungkinkan dalam UU.
Face to face dalam instrumen hukum antara Polri sebagai pihak tergugat (dengan pengakuan mereka bahwa telah cukup bukti) dalam skope praperadilan dan Susno Cs sebagai penggugat yang menilai penangkapan dan penahanannya tidak memiliki alasan/argumentasi hukum yang kuat.
Agenda atau reaksi gerak cepat Panja Susno yang akan dikawal 10-15 “pendekar senayan” akan meramaikan proses pemecahan masalah pada garis batas mengawal proses hukum yang adil dan sesuai dengan konstruk UU. Sejauh mana daya kawal Panja yang berjanji menjawab permintaan perlindungan hukum Susno mampu mengeluarkan Susno serta injeksi oksigen untuk membuat susno lega serta memenangkan perjuangan menjadikan Hukum sebagai Panglima akan kita nantikan.
Semoga proses praperadilan tidak out of contain dari bingkai kebenaran hukum yang sesungguhnya, sehingga jika Susno benar, sebagaimana dideklarasikannya, maka tentu perjuangan Susno belum berakhir. Kita berharap Baik Susno maupun siapapun yang terkait dalam perjuangan mendeklarasikan kebenaran dapat membuat “Hukum sejati” Sintas di Republik ini.
Yogya 15/5/2010