Rabu, 28 April 2010

“INTEGRITAS BANGSA DAN RASA SAKIT RAKYAT”

BL Padatu

Gelombang kemarahan Publik dari bermacam isu terus menyapu kehidupan bermasyarakat kita. Kemarahan demi kemarahan ,sebut saja insiden terkini Tanjung Priok dan Batam, seakan menunjukkan kepada kita bahwa cadangan tabungan kesabaran rakyat menipis—jika tidak ingin disebut kolaps.
Rupa-rupa kemarahan teramat terbuka terjadi di semua bidang kehidupan manapun, termasuk institusi/kelembagaan Negara. Pertanyaannya adalah mengapa bangsa kita begitu gampangnya mengumbar kemarahan yang beresiko mengancam Persatuan dan Kesatuan Bangsa?
Pada sisi lainnya, kita mengetahui bahwa luapan kemarahan ini bersumber dari Rasa Sakit Rakyat yang menggugat pratek penyelenggaraan administratif kenegaraan yang belum dapat memaksimalkan perannya mensejahterahkan Rakyat sesuai Kontrak politik yang dilandasi oleh amanah UUD 1945.Bagaimanakah menyeimbangkan antara menjaga Integritas Bangsa dengan memahami Rasa Sakit Rakyat?
NKRI merupakan rumusan faktual dari kristalisasi “keberagaman” khas Indonesia yang merupakan idealitas bersama dimana musyawarah dan cita-cita pencapaian kemufakatan merupakan model yang dipilih dalam menuntaskan dinamika problem kebangsaan. Namun persoalannya menjadi terbalik, musyawarah dan kemufakatan telah diserobot oleh gesekan, benturan fisik untuk kemudian melakukan mediasi remidiatif. Walaupun terkesan adanya logika terbalik dalam memediasi masalah namun faktanya demikian dan perlu melakukan kerja analisi guna menggali perasaan batin rakyat yang sedang “Sakit.”
Indikasi sakit hati rakyat dapat ditimbang sumbernya. Beberapa diantaranya dari gap kesejahteraan regional, Bias posisi dan fungsi struktural yang cenderung vested interest, Kebingungan keseimbangan timbang keadilan yang jauh dari keberpihakan rakyat kecil.Penggunaan anggaran belanja Negara (APBN) yang belum menunjukkan korelasi besaran anggaran dengan tingkat kesejahteraan yang diharapkan. Besaran APBN dari tahun-ketahun cenderung meningkat namun tidak diikuti oleh peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Antara APBN 2007 sekitar 700 Trilyun, 2008 sekitar 900 Trilyun, 2009 sekitar 1.037 Trilyun (meskipun defisit sekitar 50 T), 2010 1.047. 7 Trilyun.
Ironisnya, ketidakberdayaan menyuarakan perjuangan hidup secara vertikal (pemerintah) melandaikan rasa sakit hati dan kemarahan yang kemudian terlampiaskan secara Horisontal yakni sesama rakyat tidak berdaya. Rasa Sakit yang teramat dalam menjadikan rakyat kalap, menyisakan sisi pertimbangan emosional sebagai satu-satunya instrumen menyikapi berbagai persoalan hidup mereka. Kejernihan akal sehat tersingkir. Dan sebagaimana kita ketahui Keputusan emosional pada akhirnya mendrive berbagai prilaku destruktif. Rasionalitas prilaku masyarakat menjadi terbalik. Memukuli orang, hingga melenyapkan nyawa orang lain asal beramai-ramai dalam perjuangan melawan kelompok lain yang dianggap telah merugikan mereka terlebih dahulu seakan-akan dapat dimengerti atau sah-sah saja.
Integritas Bangsa?
Indonesia pasca reformasi 1998, telah merubah karakter bangsanya. berapa sindian yang perlu direfleksikan datang dari hasil amatan prilaku bangsa Indonesia di kekinian. Bangsa Indonesia kini telah menjadi Bangsa Pemberani; Berani melawan Presidennya, berani mencaci anggota DPRnya, Berani Memukuli Pemimpinnya, Berani Membakar foto pemimpinnya, Simbol-simbol Kenegaraannya, berani memutuskan tali persahabatan bahkan kekeluargaan. Dan yang paling mengherankan Bangsa Ini sudah berani Melawan Tuhannya dengan mengatasnamakan DiriNya untuk sebuah legitimasi Kejujuran didepan Publik.
Ada apa dengan integritas kebangsaan kita? Bangsa kita memerlukan redefinisi hingga revitalisasi integritas Kebangsaan. Sebab tidak ada sebuah bangsa yang kuat yang tidak mendapatkan topangan Integritas. Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan Integritas sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan; kejujuran. Integritas Nasional diterjemahkan wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara.
Jika kita memakai batasan definisi Integritas tersebut akan terlihatlah bunyi fals dari dawai gitar integritas kebangsaan kita. Dapatkan bangsa ini memiliki integritas jika kita timbang dari mutu kehidupannya? Keutuhan prinsip moral etiknya? Berwibawakah bangsa ini dengan fenomena sensitivitas konflik sosial yang mudah tersulutkan emosi destruktifnya? Tentu sulit untuk mengukuh tegakkan penilaian bahwa bangsa kita memiliki Integritas yang sehat. Kita harus berani mengakui bahwa Integritas bangsa ini sedang sakit dan perlu di sembuhkan, direvitalisasi.
Kemerdekaan yang kita nikmati ini sesungguhnya bukan datang dari pengertian bebas dari sebentuk “kolonialisme” eksternal, namun kemerdekaan dari bentuk “kolonialisme” internal yakni serangkaian tindakan menyakiti sesama bangsa. Tujuan Negara ini berdiri adalah melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan bukan menumpahkan seluruh darah orang Indonesia atau orang yang bermukim di Indonesia.
Quo Vadis Indonesia?
Jika berbagai konflik horisontal dan vertikal di Indonesia terus berlangsung dengan konsep-konsep turunan konfliknya pertanyaan yang krusial adalah mau kemanakah bangsa Indonesia di Tujukan? Dapatkan bangsa ini memenuhi Tujuan Kenegaraannya pengamalan 5 sila, jika nilai-nilai ke-lima sila tersebut mulai mengabur dengan kemunculan berbagai pertikaian, amuk sosial yang cair keberpihakannya sesuai frofit temporer? Semoga Indonesia dapat berefleksi lebih dalam dan muncul dengan kesadaran baru. Pemerintah merupakan Instrumen yang paling berperan (tentunya bukan satu-satunya) dalam mengharmoniskan kembali Atmosfir Kehidupan Kenegaraan kita dengan terlebih dahulu membuktikan dirinya berprinsip, berwibawa dalam tata kelola pemerintahannya.


Yogjakarta 23 April 2010

Tidak ada komentar: