Jumat, 09 April 2010

Lompatan Isu Media dan kapasitas solutif Negara

BL Padatu

Kalau Orang bertanya berapa Jumlah Hari satu tahun? Tentu mudah menjawabnya 365 hari. Demikian untuk satu Tahun ada berapa bulan? 12 Bulan. Satu Bulan terdiri berapa hari? Variatif ada 30, 31, 28 hari. Nah jika pertanyaannya dalam Setahun Indonesia memiliki berapa masalah? Ada yang berkelakar Sejuta Masalah sehingga negeri ini dinamakan Negeri sejuta masalah.
Terlepas dari ketepatan argumentasi faktualnya, tentunya kita telah menyimak, media telah mendekatkan banyak persoalan Kenegaraan kita langsung ke ruang-ruang keluarga. Hitungan detik, menit, jam, hari, minggu barisan masalah mengantri untuk “buru tayang”. Sayangnya dalam kapasitas media yang terbatas, media menetapkan kategori-kategori masalah yang close-Up dan berpotensi menaikkan derajat komersialitas, urgensitas, memenuhi hajat hidup majoritas penikmat media TV.
Isu Terorisme dalam kemasan mulai dari penampangan foto, penyergapan, reaksi publik, pengurusan jenazah dan intipan hubungan family, konprensi press, dll. Isu Terorisme digantikan isu-isu lainnya yang tidak kalah dramatis yakni Perkelahian atau tauran antar calon ilmuan (pra perguruan Tinggi dan PT), ditambah gesekan di level Grass rood yang diprovokasi persoalan hak guna, hak kepemilikan Lahan, sengketa unit usaha dagang, ketegangan Pilkada, Bencana alam, tatakelola pemerintahan yang belum mendapatkan design pas mengelola Kebhinekaan Indonesia, Keragaman Kekayaan daerah yang ramai di keroyok dalam ketegangan dikotomi etnik.
Tentunya isu-isu tersebut disisipi dengan tragedi kemanusian; pembunuhan, bunuh diri, prilaku menyimpang anak diusia dini; Bocah perokok, Bocah pemakan sabun, Bocah pemakan daging mentah, entah apa lagi yang akan dimakan.Mungkin Negeri ini sudah tidak punya apa-apa lagi bagi mereka yang termajinal.(tentu faktanya Negeri ini banyak yang bisa dimakan)
Kini Problem atau Isu “Korupsi, Makelar Kasus, pengemplangan pajak, perseteruan Perwira Tinggi di jajaran Polri, telah menggeser dinamika perseteruan ekonomi politik kasus Century Bank serta disharmonisnya konstelasi Koalisi politik.
Indonesia hari ini terus menanti perguliran bola salju isu Makelar Kasus,mengurai gurita kasus-kasus yang meng-increase kemakmuran individu, kelompok dan meng-decrease kesejahteraan pemiliki kedaulatan Kesejahteraan yakni Rakyat.
“Pajak” di media massa dan cetak menjadi strategic key untuk mempelototi adanya konstruk permanen bias pemanfaatan Pajak sebagai sumber strategis penerimaan negara. Digerogotinya nilai keharusan pajak oleh Oknum penjaga moral hukum yang kehilangan orientasi moralnya telah mereduksi kepercayaan masyarakat untuk memiliki kepatuhan dalam membayar pajak. Selogan “Orang Pintar bayar Pajak” yang pernah menjadi selogan filosofis telah didekonstruksi kearah penyebutan istilah khusus nan negatif yakni “Orang Pintar, bajak pajak”, “Orang Luar bayar pajak, Orang dalam “pajakin pajak.” Entah bagaimana nasip lebih dari Rp. 571,1 T (data 2008) pungutan Negara sektor pajak ini? Perlu diketahui penerimaan sektor pajak berkonstribusi sekitar 70 % dari penerimaan Keuangan Negara.
Isu Pajak telah berubah menjadi entry Point perjalanan panjang usaha memberantas Mafioso di Negeri Ini. Semua institusi yang berhubungan secara strukturan menjadi incaran bukan hanya Satgas bentukan Presiden SBY namun oleh publik yang sangat bersemangat menghancurkan “Gerombolan” pencuri Harta Rakyat.
Sebut saja Satgas, sangat dibuat sibuk oleh detail-detail aktivitas penerimaan laporan, analisis laporan, kordinasi laporan, rekomendasi, laporan ke publik termasuk ke SBY. Belum lagi tanggung jawab Kapolri sendiri dalam menyikapi anak panah penuntasan Mafia Hukum yang bersarang di tubuh institusi mereka sendiri, termasuk institusi kejaksaan, kehakiman. Seolah-olah dibuat bingung dengan logika Jerus makan jeruk. Menangkap diri sendiri, mengusut diri sendiri, bahkan bisa jadi akan memenjarakan diri sendiri. Belum selesai menangani masalah satu yang juga mengaitkan keterlibatan internal di berbagai Institusi penegakan hukum, masalah kedua, ketiga bermunculan bak jamur dimusim hujan.
Betapa Tidak, parahnya pelanggaran fungsi atau kewenangan, telah menjadikan institusi-institusi penegak hukum “jamuran dengan isu-isu korupsi” dengan kondisi ini sulit untuk meyakini bahwa Institusi penegak hukum memiliki enerji atau kapasitas memadai untuk melakukan gerakan-gerakan kolosal memberantas korupsi.
Bagaimana dengan parlemen kita? Punyakah mereka kapasitas besar untuk menyelesaikan multi kasus di negara kita terlebih ditengah dinamika pengunggulan kepentingan pragmatis-idealis partai pengusung mereka? Hal ini juga ditambah dengan “keraguan” sejumlah praktisi ke-Ilmuan yan sering kali mendapatkan anggota parlement keliru dalam memahami substansi persoalan. Misalkan dengan kasus terbaru ketika DPR (komisi III) ramai berdebat soal pakaian kedinasan Susno, Asas pelanggaran praduga tak bersalah. Sementara lupa bahwa DPR adalah lembaga Politik dan bukan lembaga Hukum yang sesungguhnya memiliki sistem proteksi yang sulit diingkar yakni sistem “Imunitas” DPR.
Menyiasati terbatasnya Multi kapasitas penegak hukum di Negara ini, tentunya strategi memburu “Koruptor-Koruptor Kakap” mesti menjadi Isu Krusial. Negara ini harus menyatakan Siaga satu terhadap usaha-usaha yang sedang digulirkan dalam perburuan ini. Seluruh element penegak kokohnya bangsa ini (Baik Pemerintah dan NGO, Masyarakat luas) bergiat diri melakukan usaha-usaha strategis mensupport penegak hukum kita untuk melakukan perburuan besar. Jika Runtuhnya Dinasti para “Jendral” di Negeri ini telah menjadi fakta sejarah, ini merupakan momentum untuk terus melakukan penggandaan aksi praktis dan strategis.
Negara ini sedang membutuhkan “Kapasitas” besar untuk menuntaskan problem kenegaraan yang juga Besar. Mari kita Nantikan Indonesia di hari depan, kejutan apa lagi yang mengisi lembaran Isu-isu di media kita.

Yogjakarta 9 April 2009

Tidak ada komentar: