Kamis, 17 Juni 2010

Misteri Politik Indonesia




BL Padatu
I’ll be back. Dalam catatan saya inilah pernyataan Sri Mulyani Indrawati yang paling memiliki makna, sarat pesan politis, dari semua pernyataan beliau di akhir masa jabatannya. Paling tidak SMI memberikan kepada kita semua sebuah Pekerjaan Rumah (PR) untuk menafsirkan makna dibalik pernyataan tersebut. PR tersebut tentunya ditujukan bagi dirinya sendiri dan secara keluar bagi lawan-lawan politiknya. Persoalannya adalah great design apa yang sedang ia pikirkan dan persiapkan ke depan. Kita tidak tahu kembalinya Sri Mulyani apakah dalam rentang waktu panjang atau sesegera mungkin. Apakah ia akan membuat sebuah manuver politik jarak jauh? Apakah ia akan datang di 2014 sebagai salah satu kandidat R1 Atau apa? Di dalam pernyataan tersebut tersimpan misteri.
Misteri Politik
Dinamika politik Indonesia dapat dikatakan menyimpan banyak misteri. Banyak sekali contoh yang dapat menunjukkan kepada kita peta misteri. Rasionalitas politik kita sering kali terbaca oleh publik sebagai politik irasional.
Dapat disebutkan deretan realitas politik paling aktual, bagaimana mungkin Negara yang dikelompokkan sebagai salah satu negara terkorup di dunia dari dalamnya dipilih seorang yang menduduki posisi strategis di dunia perbankan skala dunia (Bank Dunia). Begitu juga sulit membayangkan bahwa seorang yang telah divonis secara politik “guilty” (bersalah) dalam kasus Bank Century di luar negaranya diapresiasi sedemikian tinggi dengan bentuk penghargaan yang belum pernah dicapai oleh putra-putri Indonesia sebelumnya dibidang yang sama di Nahkodai Sri Mulyani.
Susno menjadi salah satu Potret misteri Politik yang juga memperdalam public confuse. Publik dibuat semakin bingung dengan perwira bintang tiga yang pada masa-masa turbulensi hiruk pikuknya isu mafia Kasus menjadi pribadi paling tertuduh, public enemy, sosok yang paling dibenci. Dalam perjalanan “kompromi politik Internal” di Kepolisian Republik Indonesia Susno harus mengurut dada di copot sebagai kepala Bareskrim.
Waktu pada akhirnya mendaulat Susno sebagai Jendral “berbintang empat” dalam artian bintang yang satu adalah simbol kepahlawanannya yang dianggap patut mendapat bintang atau penghargaan publik atas jasanya sebagai whistle blower. Realitas berbicara lain, Susno kini mendekam di tahanan. Tiupan peluitnya meniupkan badai bagi dirinya sendiri. Kasus yang ia hembuskan justru menjadi bumerang. Di titik ini kebingungan publik semakin menggunung. Ada apa gerangan?
Mundur ke belakang kasus Bibit dan Chandra , di teralibesikan dengan argumentasi pelanggaran tidak adanya tanda tangan kolektif pimpinan KPK dalam surat pencekalan yang dikeluarkan terhadap Djoko Tjandra dan Anggoro. Melalui dinamika dukungan publik yang kuat, pemerintahan melalui pidato politik SBY berdasarkan masukan-masukan Tim 8 merekomendasikan pembebasan Bibit dan Chandra atas dasar pertimbangan yang melampau substansi materi hukum. Sayangnya ending yang manis dari gejolak isu kriminalisasi KPK kembali membara pasca kemenangan Anggodo di praperadilan terkait SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan). Kasus ini pada ujungnya menambah daftar misteri politik di Indonesia.
Selasa 1 Desember 2009(Berita Tv one), LSM Bendera mengedarkan selebaran Aliran Dana Century. Dalam edaran tersebut Bendera mengkalim memiliki data valid terkait semua aliran dana yang diklaim diterima oleh Partai Demokrat dan sejumlah nama seperti Amiruddin Rustam 33 milyar, Choel Malarangeng 7 milyar (tempo interaktif 5/2/2010). Rabu 10 Februari 2010(Vibis Daily.Com) PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) melalui konfirmasi 112 Bank Umum menegaskan bawa Bendera keliru, data mereka tidak valid. Ujung-ujungnya pasca pemanggilan dan pemeriksaan Bendera oleh pihak kepolisian mereka dibebaskan. Siapa yang benar publik sudah kehilangan jejak. Semestinya soal aliran Dana Bank Century dapat diketahui dengan jelas. Hingga hari ini public masih merindukan misteri Bank Century terpecahkan.
Bagaimana dengan kasus-kasus lainnya? Tentunya masih merupakan daftar misteri yang belum masuk pada daftar tayang. Semuanya masih tertutup tirai panggung misteri politik.
Quo Vadis Politik Indonesia
Menggungkap berbagai misteri di pentas perpolitikan merupakan terminasi tanpa ujung. Satiran terhadap politik dikenakan oleh publik politik adalah seni mengaburkan sesuatu. Bukan politisi namanya kalau tidak mampu menyembunyikan sesuatu. Politik dikelola dalam perspektif cerdik menyiasati, pandai menelanjangi dan pintar menjubahi keburukan.
Membedah pergerakan perpolitikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan oleh semangat kartelisasi politik berbasis pada mekanisme monopoli pasar dan bukan lagi pada panggilan demokratik partisipatif. Kartelisasi Politik merupakan pintu masuk rent seeker yang secara vulgar senantiasa menjinakkan pasar menalui serangkaian manipulasi regulasi, tariff, dll diatas bangunan konsensus politik siapa dapat apa. Kartu-kartu Kartelisasi Politik senantiasa dimainkan untuk meredam gejolak oposisi dengan dalih stabilitas politik yang sesungguhnya “stabilitas elite”. Hari ini sebuah partai menjadi oposisi, besok lusa re-posisi. In part dan de part dalam dinamika eksekutif menjadi dua kutub yang halal dihuni. Hari ini koalisi esok gembosi merupakan hal yang sah-sah saja. Wawasan definisi publik menjadi semakin kacau dalam memahami dinamika koalisi dan oposisi. Siapa yang pure kawan dan lawan setiap hari membuka kemungkinan saling bertukar posisi.
Membaca realitas politik Indonesia masa terkini seolah membaca dinamika alam. Angin telah terhembus, awan hitam telah membercakkan dirinya di horison, ramalannya jelas akan segera turun hujan. Sayangnya Hujan tidak kunjung Turun. Kasus Century, Kasus Gayus, Kasus Susno, kasus aparat penegak hukum, semuanya telah disertai gejala-gejala turunnya “Hujan Kebenaran”, sayangnya semuanya pekat kembali menjadi misteri yang tidak kunjung tiba. Konstelasi politik Indonesia sungguh-sungguh Misteri. Dapatkah publik memecahkannya?

Tidak ada komentar: